PEMILIHAN KADES
Dalam
waktu dekat, desa kami akan mengadakan pemilihan Kepala Desa. Hal ini membawa
ketegangan tersendiri bagi desa kami. Sejumlah orang kami lihat berprilaku
tidak seperti biasanya. Ada
yang memilih banyak di rumah. Katanya,
mereka tidak mau terlibat dengan intrik-intrik yang tidak menguntungkan.
"Hanya mendatangkan permusuhan," kata mereka. Ada yang tiba-tiba
berubah senang mentraktir dan banyak omong. Kalau ada kumpul-kumpul di warung,
dia akan mentraktir sambil membuka diskusi siapa yang paling layak menjadi
lurah. Tentu dengan membuka kebaikan seseorang dan memburuk-burukan yang lain.
Ada yang dulu akrab, akhir-akhir ini menjadi tidak akrab, bahkan cenderung
bermusuhan. Sudah menjadi kelaziman bahwa mereka memiliki jago yang berbeda.
Menurut isu-isu yang hingga hari ini semakin santer, ada
tiga calon kuat yang akan bertarung memperebutkan kursi. Pertama, Ir. R. Tang,
seseorang yang masyarakat mengakuinya sebagai sarjana pertanian, tapi yang
pasti saat ini bekerja sebagai pedagang.
Kedua, Tung, katanya tidak lulus SMA, relatif pengangguran, walau sering
juga terlihat berkerja pada sebuah bengkel sepeda motor, atau kadang-kadang
sebagai makelar. Dan ketiga, Drs. Ting, sarjana olahraga yang memilih bekerja
sebagai guru agama pada sebuah SMU. Dalam masyarakat kita, biasalah orang
bekerja sama sekali tidak sesuai dengan apa yang pernah mereka pelajari di
sekolah dulu.
Mereka semua sudah berkeluarga. Ir. R. Tang, sejauh ini
diketahui hanya memiliki satu orang istri dengan tiga orang anak, dan terhitung
sebagai pedagang yang sukses. Drs. Ting, walau cuma guru pada sebuah SMU
swasta, tapi hidupnya berkecukupan, dengan dua orang anak. Tung, juga tidak
dapat dikatakan orang yang tidak sukses. Mungkin karena orang tuanya terhitung
keluarga berada untuk ukuran kampung kami. Apalagi istrinya bekerja sebagai
guru pada sebuah sekolah dasar. Tung baru dua tahun berkeluarga dan belum punya
anak.
Di atas kertas, mereka merupakan kandidat yang seimbang.
Punya kelebihan dan katakanlah kekurangan masing-masing. Ir. R. Tang memang
sudah mapan, tapi bukan asli penduduk kampung itu. Walaupun semua orang tahu
bahwa dia telah tinggal di kampung kami lebih dari lima belas tahun. Drs.
Ting, penduduk asli, dikenal sebagai orang yang saleh, tapi agak kurang bergaul.
Tung, secara ekonomi belum mapan, tidak begitu berpendidikan, tetapi sebagai
pemuda asli, tentu dia banyak teman. Yang pasti, setiap orang punya jago
sendiri-sendiri.
"Kita bisa berharap banyak dari Pak Tang. Orangnya
sudah kaya. Kalau ia jadi Kades, dia tak bakal korupsi. Untuk apa dia harus
korupsi," ungkap seseorang. Hampir semua orang tahu, yang berkata
tersebut, masih ada hubungan famili dengan Ir. Tang.
"Tidak ada jaminan sama sekali apakah orang yang
sudah kaya itu masih ingin korupsi atau tidak. Lumayan Pak Ting. Dia orang yang
saleh. Saya kira dia orang yang tahu apa itu dosa. Bayangkan kalau pemimpin
kita tidak mengenal apa itu dosa. Maka jangan salahkan kalau suatu ketika kelak
dia akan menghalalkan apa saja," ungkap yang lain tak kalah sengit
sembari tertawa.
"Siapa
tahu."
"Yang
pakai kopiah tapi bajingan banyak Mas."
"Yang
lebih penting dari itu, dia itu putra daerah. Penduduk asli." Si
pendukung Ting monohok lawannya berdebat kusir.
"Putra daerah bagaimana?"
Panas juga kuping beberapa sahabat Tung. Sayang, dia
tidak punya kartu yang cukup kuat untuk mengangkat citra Tung. Memang, sejauh
ini tidak ada yang secara khusus membicarakan kelebihan Tung. Kalau ada cuma
selentingan. Orang mengatakan bahwa Pak Tung itu pandai bermain bulu tangkis dan
sepak bola. "Cemesannya seperti Liem Swie King." Begitu beberapa
orang pernah berseloroh. Kemudian, entah mengapa, biasanya pembicaraan
beralih pada persoalan sepak bola.
Namun, bukan itu nian yang menjadi fokus pembicaraan
masyarakat berkaitan dengan pemilihan Kades. Yang lebih menarik adalah
pembahasan janji-janji kampanye yang ditawarkan oleh ketiga kontestan Kades
itu.
Belum lama berselang, misalnya, Drs. Ting menyebarkan
semacam pamflet yang berisi rencana kerjanya jika kelak ia terpilih menjadi lurah.
Ada tujuh janji yang ditawarkan oleh Drs. Ting. Pertama, penertiban dan
pemudahan urusan administrasi masyarakat. Kedua, pemaksimalan dana pembangunan
yang dimiliki desa. Ketiga, peningkatan keamanan dan kebersihan. Keempat
meningkatkan ketakwaan dan suasana religius. Kelima, membangun masyarakat
demokratis dan berkeadilan. Keenam, meningkatkan industri berbasis rumah
tangga. Dan ketujuh, siap diturunkan jika program tersebut tidak dilaksanakan.
Selebaran yang dibuat oleh Ir. R. Tang lebih gila-gilaan lagi. Ia menyebar
beratus lembar kertas manila ukuran satu kali setengah meter warna-warni
tentang program kerjanya. Kertas itu ditempel di dinding-dinding rumah
penduduk, papan-papan pengumunan, bahkan pagar-pagar. Desa kami jadi warna
warni. Kalau dilihat dari langit, pasti desa kami paling mencuri perhatian.
Paling tidak beberapa hal penting perlu diutarakan dari kampanyenya. Antara
lain, Pertama, semua yang dijanjikan oleh calon Kades Drs. Ting. Kedua,
pokoknya semua yang baik-baik, yang konstruktif, yang selama ini diidam-idamkan
oleh masyarakat, akan direalisasikan.
* * *
Di
dalam sebuah rumah, Tung menjadi ragu-ragu sendiri, apakah ia perlu meneruskan
niatnya sebagai calon Kades atau tidak. Sejauh ini ia tidak punya program yang
menarik yang perlu ia tawarkan kepada masyarakat. Dulu ia mencalonkan diri
lebih karena dorongan beberapa temannya, yang mereka tahu bahwa dalam banyak
hal Tung memenuhi syarat menjadi Kades. Tung tidak tahu apakah dorongan itu
serius atau sekedar ingin mempermainkan dia saja.
"Ikut saja Yu. Buat ramai-ramai. Toh kita tidak
dirugikan. Kita tidak perlu mengeluarkan biaya. Kalau terpilih diterima dengan baik. Kalau tidak, tidak
apa-apa. Tidak perlu merasa bersaing," Bapaknya menentramkan hati Tung,
suatu sore beberapa waktu yang lalu. Karena tidak ada target dan beban macam-
macam, dia mendaftar sebagai salah seorang kandidat.
Tung
manggut-manggut. Penjelasan Bapaknya, menyebabkan keraguan yang selama ini
menyesakkan dadanya perlahan kempes. Ia menjadi lebih rileks. Tung memutuskan,
tidak perlu memikirkan secara serius pemilihan Kades yang secara langsung
melibatkan dirinya sebagai calon. Ia bekerja sebagaimana biasa. Kalau longgar
waktu, sore hari ia bermain bulu tangkis. Sempat pula ia memperkuat tim sepak bola kampung melawan
desa tetangga. Walau kalah, ia sempat mecetak sebuah gol.
Kalau ada kumpul-kumpul, Tung orang yang paling setia
menjadi salah satu perserta. Sebetulnya, ini kesempatan baik baginya untuk
sekedar kampanye. Sayang, ia tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan baik. Ia
tidak mau janji macam- macam karena memang tidak ada program di kepalanya yang
hendak direalisasikannya. Otaknya seperti kosong. Malah ia memilih bermain remi
atau sam gong. Bahkan tidak jarang, jika ada panggung dangdut di desa itu, ia
ikut berjoget.
"Kalau badminton atau sepak bola, bolehlah. Tapi
kalau main kartu dan ndangdutan, ya malu-maluin toh Mas!", suatu hari
istri Tung menegurnya. Tung diam saja kalau ditegur istrinya. Sebetulnya, ada
beberapa alasan mengapa ia melakukan itu, seperti biasa ia lakukan sejak muda
dulu. Alasan itu belum diutarakan kepada istrinya. Ia khawatir, apa yang ia
pikirkan, kelak tidak terbukti.
Seminggu sebelum pemilihan Kades, desa kami bertambah
tegang. Dengar-dengar Ir. R. Tang memperkuat dirinya dengan dukungan
paranormal. Apalagi ia telah menyebar uang puluhan juta untuk beberapa orang
sebagai tim suksesnya. Drs. Ting semakin rajin ke masjid. Tidak jarang ia
mengadakan rapat terbatas di masjid dengan beberapa tim inti pendukungnya
mengatur siasat-siasat baru, juga untuk mengantisipasi jika rumor bahwa Ir. R.
Tang akan memanfaatkan segala cara untuk memenangkan pemilihan. Tung bahkan
akan mengundurkan diri jika memang tidak ada harapan. Ia
merasa belum saatnya ia bertarung dalam dunia politik.
* * *
Pemilihan Kades itu akhirnya terlaksana juga. Sudah dapat
diduga, siapa yang memenangkan perebutan tampuk kekuasaan. Siapa lagi kalau bukan Tung. Ini persoalan politik yang
tidak sulit. Politik sederhana dan gampang dibaca. Seorang mahasiswa yang
ber-KKN di desa itu memberikan beberapa komentarnya setelah penghitungan suara.
Pertama, katanya, masyarakat sudah bosan dengan janji-janji. Kalau toh tidak
bosan dengan janji- janji, siapa yang mendengar dan membaca program yang ditawarkan
oleh Bapak Ir. R. Tang atau Drs. Ting. Kedua, mereka cenderung memilih figur
anak muda, artinya asal tidak orang tua. Masyarakat cenderung sudah tidak
percaya lagi kepada generasi tua. Ini mungkin sebagai bias dan dampak
reformasi. Ketiga, masyarakat memang ingin ngawur, nglulu, atau mungkin
berseloroh. Di lain pihak mereka mulai menyadari bahwa apakah jabatan Kepada
Desa itu sesuatu yang penting bagi hidup mereka atau tidak. Jika mereka
menganggap tidak penting, inilah hasilnya.
Harap diketahui, komentar mahasiswa yang ber-KKN itu jelas
tidak asli analisisnya. Itu analisis biasa seperti yang sering ia curi-curi
dengar pada seminar-seminar yang kadang-kadang ia ikuti. Celakanya, apa yang
dia katakan mungkin saja benar, beberapa penduduk yang mendengarkannya cukup
puas terhadap analisis tersebut. "Wah, Mas KKN ini jeli sekali. Kami
seperti tercerahkan." Ujar suara penduduk puas.
Walaupun ada sejumlah kecil orang yang kecewa, tetapi
secara umum masyarakat menyambutnya dengan bersuka ria. Herannya, Tung justru
tidak gembira, ia kecewa. "Ini edan." katanya pada temannya.
Dan orang yang paling heran adalah istri Tung sendiri.
"Lho, kok bisa?"
"Ini yang dulu pernah aku khawatirkan. Masyarakat
kita sudah jenuh dengan segala program yang kenyataanya tidak pernah ada
kenyataannya. Mereka tidak perlu dihibur dengan janji yang muluk-muluk. Mereka
perlu hiburan yang sesungguhnya. Mungkin mereka melihat, akulah orang yang
bakal mampu mengakomodasi itu," papar Tung meyakinkan. Tampaknya
tiba-tiba ia lebih percaya diri ketika secara tidak sengaja ia terpilih menjadi
Kepala Desa.
"Tapi, bagaimana ya...." Tung agak ragu dengan
dirinya sendiri.
"Lokoni saja Mas. Mas harus membuktikan bahwa Mas
memang pantas menjadi Kades. Karenanya, paling tidak Mas harus memiliki program
kerja juga. Tidak mungkin masyarakat cuma diajak berolahraga dan ndangdutan.
Itu konyol!"
"Itulah yang ingin aku diskusikan dengan kamu.
Sebetulnya aku tidak tahu banyak urusan-urusan pemerintahan desa. Kau kan tahu
aku sendiri cuma sampai sekolah berapa. Di bangku sekolahku dulu, tidak ada
pelajaran khusus untuk itu." Mata Tung menerawang. Istrinya tersenyum.
Malam menjelang larut. Tung berdiskusi panjang dengan
istrinya. Istri Tung memutuskan menjadi notulen dan mencatat beberapa hal
penting pada diskusi terbatas itu. Menjelang tidur, ia menyodorkan secarik
kertas kepada suaminya.
"Bagaimana kalau program kerjanya seperti ini."
Sambil tiduran Tung membaca. Walaupun tidak persis betul,
tetapi seingatnya, sebagian besar program kerja itu tidak terlalu jauh
menyimpang seperti yang pernah dijanjikan oleh calon Kades lainnya. Kalau boleh
dikatakan berbeda, cuma poin bahwa akan digalakkan pertandingan olah raga antar
kampung, dan akan dihidupkannya kelompok-kelompok kesenian.
* * *
Hari pelantikan Kades pun tiba. Tung berjanji pada
dirinya, pada pidato sambutannya, ia akan membacakan beberapa rencana kerja
seperti ditulis istrinya dalam secarik kertas yang disimpan dengan baik pada
kantong bajunya. Walau begitu, ia akan melihat situasi dan kondisi. Apakah hal
tersebut mungkin atau tidak. Ada kecemasan dalam dirinya, jangan-jangan itu
hanya akan menjadi beban bagi dirinya kelak. "Penertiban urusan administrasi.
Keuangan. Peningkatan suasana religius. Wah apa-apaan ini. Celaka!"
Saatnya tiba. Tung harus
memberi sambutan. Dengan ragu- ragu ia berjalan ke podium. Semua mata tertuju
kepadanya. Sebagian besar memberikan tepukan. Sebagian lain bersuit-suit.
"Tidak salah."
"Meyakinkan!"
"Ini baru Kades."
"Saudara-saudara sekalian." Hadirin
menghentikan kegembiraannya. "Terimakasih atas kepercayaan yang diberikan
kepada saya. Mudah-mudahan saya dapat mengemban amanat yang diberikan kepada
saya," Tung berhenti sejenak. Ia seperti mendapat inspirasi. "Kalau
boleh, perkenankan saya tidak memberikan janji-janji apapun." Ia menoleh
pada seseorang.
Dengan girang Tung melanjutkan. "Bagaimana jika hari
pelantikan ini kita isi dengan Campur Sarinan saja. Bagaimana?"
Tepuk tangan sorak sorai bersahutan. Semua hadirin berdiri.
Lagu-lagu Campur Sarinan karya Manthous pun diputar lewat sebuah tape, pakai
salon besar-besar, suaramua jadi besar. Berkumandanglah lagu yang cukup
populer. Wes hewes hewes hewes dikandhani
ora ngrewes, nglarakke ati, Wes hewes hewes ganti klambi langsung bablas tanpa
basa basi. Semua orang berjoget. Tung yang paling bersemangat. *
* *
1997-2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar